K-On Mio Akiyama

Monday, April 16, 2012

FanFiction Dream High 2 - Together [2/2]



Title : Fanfiction of Dream High 2 "Together"

Categories : Shots Story
Length : 2 Shots + Prolog.
Genre : Romance
Rating : G
Author : Sefriska Talitakum Maria
Also published on : Wattpad
Cover by : Author

















[2/2]

When we’re together...
When we’re together...

            Sesekali Rian menangkap mata JB yang sedang memandanginya. Rian pun balas memandang mata JB. Memandang mata hitamnya yang teduh. Tiba-tiba JB menggenggam tangannya lembut tapi erat. Seakan ia tak ingin lepas dari Rian.

When we’re together...
When we’re together...

            Alunan musik pun berhenti, diganti dengan suara riuh tepuk tangan semua orang yang menonton. JB memandang Rian sambil tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putihnya. Rian balas menatap JB sambil tersenyum tipis. Kemudian Rian mengalihkan pandangannya ke arah tangannya yang sedang digenggam oleh JB. JB mengikuti arah pandangan mata Rian. Ia tersenyum, namun tak kunjung melepaskan genggamannya. Ia justru mempererat genggaman tangannya terhadap Rian.
                                                                        ***
            Tanpa disadari oleh Rian dan JB, ada sepasang mata yang melihat kejadian kecil tadi dari belakang panggung. Sepasang mata milik seorang gadis. Sepasang mata yang menatap mereka dengan pandangan cemburu.
            “Kau hanya penggemarnya.”
            Suara seseorang laki-laki membuat Haesung tersentak kaget. Sontak ia terlompat mundur hingga menabrak tubuh seseorang. Dengan sigap orang itu menahan kedua bahu Haesung.
            Haesung dengan segera menengok ke belakang dan mendapati sosok Jin Yoojin. Sejak kapan dia ada di situ? tanya Haesung dalam hati. Haesung menatap Yoojin dengan dahi berkerut dan mata melebar.
            “Ya! Jin Yoojin-ah! Sedang apa kau di sini?” tanya Haesung kepada Yoojin dengan nada agak membentak.
            “Sedang melihat seorang gadis yang menatap sepasang insan di hadapannya dengan tatapan penuh kecemburuan.” Yoojin pun tertawa kecil.
            “Neo (Kau)! Jinjja (benar-benar)!” omel Haesung. Haesung pun menarik paksa lengan Yoojin menuju ruang make-up.
            Begitu tiba di ruang make-up Haesung langsung duduk di salah satu kursi. Sedangkan Yoojin hanya berdiri memandangi Haesung kebingungan. Kebetulan sekali ruangan itu tak ada siapapun, karena penampilan JB dan Rian tadi merupakan penutupan. Seusai tampil mereka berdua sendiri langsung turun panggung menuju bangku penonton. Sekarang Haesung dapat sebebasnya berbicara–mengomel–pada Yoojin.
            “Apa yang kau katakan tadi?” tanya Haesung sebal. Ia memicingkan matanya menatap Yoojin.
            Yoojin tertawa kecil. Akan tetapi ekspresinya langsung berubah menjadi serius.
            “Kau masih berhubungan dengannya? Kukira perasaanmu terhadapnya hanya sebatas perasaan umum fans kepada artis. Bukankah kau hanya mengidolakannya?” tanya Yoojin sambil menatap Haesung dengan tatapan menyelidik.
            Haesung hanya terdiam. Menatap Yoojin nanar.
            Karena Haesung tidak angkat suara, Yoojin pun mengulang kata terakhirnya. “Mengidolakannya,” tegas Yoojin.
            “Aku tahu.” Haesung akhirnya angkat suara.
            “Kau tahu, tapi kau bahkan tak mengatakannya kepadanya? Kau telah menyakitinya kalau begitu. Ia menganggapmu benar-benar mencintainya dalam arti yang sebenarnya. Kau tahu? Kau bahkan tidak hanya menyakiti seseorang dengan sikapmu yang seperti itu. Tetapi tiga.” Yoojin langsung pergi meninggalkan Haesung sendiri.
            Haesung hanya terduduk diam sambil berpikir keras. Ya, sepertinya ia telah menyakiti JB. Akan tetapi, siapa 2 orang lainnya yang dimaksud oleh Yoojin. Haesung benar-benar penasaran, sayangnya Yoojin langsung pergi meninggalkan Haesung dengan pertanyaan.
            Haesung berpikir. Mencari tahu siapa kira-kira dua orang lainnya yang dimaksud oleh Yoojin. Mungkinkah Rian? Haesung mengangguk pasti. Rian. Gadis itu merupakan kekasih JB dulu. Mereka putus karena JB ingin fokus terhadap karirnya. Karena JB telah berjanji kepada mendiang ayahnya untuk menjadi yang terbaik. Lalu siapa orang yang satu lagi? Siapa lagi yang tersakiti? Belum sempat Haesung mendapat jawaban, tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggil namanya.
            “Haesung-ah.” Haesung menoleh. JB tampak di depan pintu masuk ruang make-up. JB pun tersenyum lebar dan berjalan mendekati Haesung. Setelah itu JB duduk di kursi yang berada tepat di sebelah Haesung.
            “Ternyata kau ada di sini. Aku sudah mencarimu kemana-mana,” ucap JB.
            Haesung mengangkat alis, heran. “Ada apa mencariku?”
            “Hanya ingin bertanya, bagaimana penampilanku tadi? Kau melihatnya, bukan?”
            O-oh. JB sekedar ingin bertanya penampilannya. Haesung pun tersenyum. “Penampilanmu..., bagus.”
            “Terima kasih banyak.” JB berterima kasih sambil tersenyum lebar.
            Haesung hanya mengangguk.
            “Sebenarnya, kurasa kalau kita berdua yang menyanyikannya, lagu itu akan terdengar lebih baik. Aku akan merasa lebih nyaman jika bernyanyi bersamamu. Bukankah sudah kubilang bahwa aku menyukaimu? Aku ingin bernyanyi di atas panggung bersamamu.”
            Haesung terdiam mendengar perkataan JB. JB masih mengharapkannya. JB masih mengingininya. JB masih..., menyukainya setelah sekian lama.
            Haesung terlalu bingung ingin menjawab apa. Ia takut perkataannya akan menyakiti hati JB. Akan tetapi, jika ia mengatakan yang sebenarnya–perasaannya terhadap JB–mungkin satu-satunya orang yang terluka hanya JB. Tidak untuk Rian, dan tidak untuk seorang lagi yang belum ditemukan jawabannya.
            Entah mengapa, berada dalam diam seperti ini membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Haesung pun menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia memegang kedua tangan JB dan menatap JB.
            Dan Haesung menjelaskan semuanya. “Bukankah sudah tertulis dengan jelas bahwa lagu itu kubuat untukmu dan Rian? Jadi Rianlah yang seharusnya menyanyikannya–denganmu tentu saja. Dan bukankah sudah kubilang bahwa tempatku bukanlah di panggung bersamamu. Tempatku adalah di bangku penonton. Di sanalah aku seharusnya berada. Dahulu, sekarang, dan selamanya, aku akan terus berada di bangku penonton melihatmu di atas panggung. Ah ya, aku lupa. Kau bukanlah seorang artis lagi, jadi aku akan mempertegas ucapanku. Dahulu, sekarang, dan selamanya, aku akan terus memandangimu dari jauh, mendukungmu dari jauh. Dan mengenai perasaanku ini, selama-lamanya aku akan tetap menjadi penggemarmu. Tak peduli kau bukan seorang artis lagi. Aku akan menjadi penggemar setiamu, yang terus memandang dan mendukungmu dari jauh. Penggemar, hanya itu. Tidak lebih.
            Setelah mendengar penjelasan panjang dari Haesung, JB hanya terdiam sambil memandang Haesung nanar. Haesung pun melepaskan genggaman tangannya terhadap JB. Karena JB hanya diam saja, Haesung akhirnya mengangkat suara lagi.
            “Tentang perasaanmu itu. Aku rasa, itu hanya sebatas rasa kasihan. Kasihan melihat diriku yang di-bully oleh teman-temanku. Aku sungguh minta maaf, aku memang sudah mengatakan ini 8 tahun yang lalu, tetapi sepertinya kau tidak menerimanya. Kali ini aku ingin mengatakan hal ini lagi kepadamu. Bahwa aku ingin kita mengakhiri hubungan kita. Aku tahu..., jauh di dalam hatimu masih ada Rian. Jauh di dalam hatimu kau masih mengenang kenanganmu bersama Rian. Kembalilah padanya. Dialah yang mencintaimu, sedangkan aku, menggemarimu.”
            Sesaat keduanya hanya terdiam. Lalu Haesung berdiri dan mengambil barang-barangnya yang berserak di atas meja rias. Kemudian Haesung berjalan keluar ruangan itu meninggalkan JB sendirian.
                                                                        ***
            Entah sudah berapa lama Rian hanya berdiri di depan ruang make-up. Sebenarnya ia tak bermaksud untuk mendengar obrolan orang lain secara diam-diam. Akan tetapi, tadi saat ia baru saja turun dari panggung, tak lama kemudian Yoojin menyuruhnya untuk pergi ke ruang make-up. Ternyata di dalam ruangan itu sedang ada Haesung dan JB. Baru saja Rian akan beranjak dari tempat itu, tetapi ia mendengar sesuatu yang menarik.
            “Sebenarnya, kurasa kalau kita berdua yang menyanyikannya, lagu itu akan terdengar lebih baik...”
            Merasa JB sedang menyinggung penampilannya bersama Rian tadi, Rian pun memutuskan untuk diam di depan pintu ruangan itu sambil mencoba mendengarkan dengan seksama. Rian bahkan tak dapat memercayai kalimat-kalimat yang dilontarkan JB terhadap Haesung. Hampir saja air mata yang ditahan Rian selama ini keluar menembus tembok pertahanan dirinya, untungnya Haesung langsung mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan JB.
            “..Dan mengenai perasaanku ini, selama-lamanya aku akan tetap menjadi penggemarmu. Tak peduli kau bukan seorang artis lagi. Aku akan menjadi penggemar setiamu, yang terus memandang dan mendukungmu dari jauh. Penggemar, hanya itu. Tidak lebih.”
            “...Jauh di dalam hatimu kau masih mengenang kenanganmu bersama Rian. Kembalilah padanya. Dialah yang mencintaimu, sedangkan aku, menggemarimu.”
            Rian tertegun mendengar perkataan Haesung kepada JB. Ia tak percaya Haesung akan menolak JB. Ia tak percaya bahwa bahkan 8 tahun yang lalu, Haesung sudah pernah mengatakannya, tetapi JB masih belum bisa menerimanya. Ia tak percaya kalau Haesung akan memberikan kesempatan bagi JB. Selama ini Rian merasa, Haesung-lah yang selalu berusaha ‘merebut’ JB. Ternyata tidak, Haesung tidak memiliki perasaan yang sama seperti yang dimiliki Rian terhadap JB. JB-lah yang ‘mengejar’ Rian. Akan tetapi ‘pengejaran’ JB bukanlah dalam arti yang sesungguhnya, perasaannya terhadap Haesung bukan perasaan yang sama seperti yang dimilikinya terhadap Rian. Mungkin benar apa kata Haesung, bahwa perasaan yang dimiliki oleh JB hanyalah sebatas rasa kasihan, tidak lebih.
            Kalau boleh jujur, Rian sangat senang dengan kenyataan ini. Kenyataan bahwa Haesung tidak mencintai JB. Kenyataan bahwa JB hanya antusias kepada Haesung. Kenyataan bahwa Haesung memberikan kesempatan bagi Rian untuk menghidupkan kenangannya lagi. Kenangan bersama dengan JB.
            Haesung tiba-tiba beranjak dari kursinya. Rian pun cepat-cepat menyembunyikan dirinya. Ia tak ingin Haesung tahu kalau ia telah ‘mengupingi’ pembicaraan mereka.
            Setelah beberapa saat Haesung keluar, JB tak kunjung keluar dari ruang make-up. Penasaran, Rian langsung masuk ke dalam ruangan itu. Ia butuh untuk bicara dengan JB saat ini juga. Begitu Rian masuk, JB langsung terlonjak dari bangkunya. Mungkin agak terkejut melihat kehadiran Rian yang begitu tiba-tiba.
            “Aku perlu bicara denganmu,” ucap Rian tanpa berbasa basi.
            JB mengangkat alis kanannya dan kembali duduk di atas bangkunya. Rian duduk di sebelah JB.
            “Bodoh,” ucap Rian singkat. Dengan santainya ia mengunyah permen karet sambil menatap tajam JB.
            “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti. Sungguh. Kau muncul tiba-tiba dan mengucapkan kata yang tidak kumengerti.”
            Tak ingin bertele-tele, Rian langsung mengungkapkan apa yang sebenarnya igin dikatakannya.
            “Dahulu kau mengakhiri hubungan kita karena kau mengatakan kau ingin menjadi nomor satu, jadi kau ingin fokus dengan karirmu. Setelah itu, kau bertemu seseorang dan dengan mudahnya kau mengingkari janjimu. Dengan mudahnya kau mengkhianatiku. Kau tahu seberapa besarnya luka yang kau toreh di dalam hatiku saat kau mengakhiri hubungan kita? Terlalu besar. Kau tahu seberapa besarnya luka yang kau toreh di dalam hatiku, saat hari ulangtahunku 8 tahun silam, kau bahkan tak memberiku ucapan! Yang kulihat saat itu, kau justru berduaan dengan Haesung. Kau rela melepaskanku untuk fokus dengan karirmu, tetapi pada akhirnya, kau rela melepas karirmu demi Shin Haesung seorang. Apa-apaan itu?”
            JB hanya tertunduk diam. Reaksi yang sama seperti saat JB mendengarkan penjelasan Haesung. Sedangkan Rian, setelah berbicara panjang lebar, ia sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya. Umurnya mungkin sudah tidak muda lagi, tetapi ia benar-benar tidak bisa tahan lagi. Sudah nyaris 10 tahun ia menahan air matanya itu. Ia sudah terlalu lelah menahan segalanya.
            Rian berdiri dan hendak meninggalkan ruangan itu, tetapi JB mencegat langkahnya. JB menggenggam tangan Rian. Dan dalam hitungan detik, Rian sudah berada dalam dekapan JB. JB mendekapnya erat, begitu erat.
            Rian tidak hanya diam. Ia menyandarkan kepalanya di atas bahu JB sambil menangis. JB mengelus pelan rambut Rian. Hal ini membuatnya senang. Walaupun ia sedang menangis sedih, tetapi saat ini juga ia sedang merasa sangat senang.
            “Aku minta maaf. Aku menyesal. Aku telah salah. Maafkan aku,” bisik JB pelan tepat di telinga Rian.
            Rian terdiam, namun perlahan tangisannya mereda. Luka di hatinya perlahan-lahan membaik.
            “Mungkin yang selama ini kau lihat, aku mencintai Haesung. Aku juga selama ini berpikir seperti itu. Akan tetapi, setelah Haesung menyadarkanku, ternyata ia benar. Aku tidak mencintainya. Karena jauh di dalam hatiku...”
            JB melepaskan pelukannya terhadap Rian. Ia menatap kedua bola mata Rian. Tersenyum sekilas dan melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong.
            “...Aku sadar masih ada dirimu di sana. Aku tersadar saat melihatmu menangis. Hatiku terasa sakit melihatmu menangis karena aku. Sekali lagi, aku minta maaf. Dan aku ingin kita mengembalikan masa-masa kebersamaan kita seperti dulu.”
            Rian menatap mata JB lurus. Berusaha mencari tahu apakah dia sedang berbohong atau berkata yang sebenarnya. Akan tetapi, ia tak melihat sinar keraguan di mata JB. Tidak sama sekali. Ia tulus mengatakan semuanya. Rian pun tersenyum lebar. Ia langsung melingkarkan kedua tangannya pada tubuh JB.
            “Ya, aku juga menginginkannya.” Rian berbisik pada JB sambil mengangguk kecil. Keduanya tersenyum bahagia.
            Akhirnya, ia kembali mendapatkan masa-masa bersama JB. Ia berhasil menghidupkan lagi kenangannya bersama JB. Selama mereka bersama, Rian merasa segalanya menjadi lebih baik. Rian merasa kenangan-kenangan yang buruk menghilang begitu saja. Rian merasa senang. Begitu juga dengan JB.
            Bintang itu... telah kembali menempatkan sinarnya di hati Rian. Selamanya.

            When we’re together... Everything gonna be alright... Painful memories disappear... When we’re together... I become happy again... Without knowing, I’m smilling...
            Like this, just like this. If you are on my side... No matter how hard the problem I face to... I can win over it...
            Together. You and me. Forever.

©2012.03.23 SefriskaMaria

a/n: Akhirnya FF ini selesai juga. Cepet memang. Kalau boleh jujur, alur ceritanya pun hanya datang tiba-tiba gitu aja seiring aku menulis, makanya terasa tidak terencana dengan baik. Inti dari cerita ini, author cuma pengin Rian bersatu sama JB. That’s all. J Thank you so muchbuat yang udah menyediakan waktu untuk baca FF ini. Author gak maksa kalian memberikan commentComment itu kuanggap sebagai reward aja deh, yang penting udah ada yang mau baca ^^ Sekali lagi terima kasih banyak. Dan maaf kalau seandainya karakter yang ada di sini tidak terlalu ‘didalami’, karena bisa dibilang FF ini FF ngebut. xD - SefriskaMaria

No comments:

Post a Comment